Like

×

Kamis, 12 Juni 2014

Stadion Maracana Brazil


Stadion Maracana BrazilStadion ini milik rakyat. Rakyat Brasil." Begitulah kalimat yang terucap dari mulut legenda sepak bola Brasil, Pele, menanggapi rencana pemerintah kota Brasilia ketika ingin memprivatisasi pengelolaan Stadion Maracana. Penentangan Pele itu bukan tanpa alasan, karena Stadion Maracana memang merupakan saksi bisu kebesaran sejarah sepak bola Brasil di dunia.

Kisah awal kebesaran Stadion Maracana terukir pada 1950. Saat itu, Brasil terpilih sebagai tuan rumah perhelatan Piala Dunia. Ratusan juta masyarakat Brasil berbenah. Mereka antusias karena berkesempatan menyaksikan langsung para jagoan bolanya beraksi untuk meraih gelar pertama Piala Dunia.

Stadion Maracana awalnya bernama Estadio Jornalista Mario Filho. Pemberian nama itu mengacu kepada kegigihan seorang jurnalis asal Brasil, Mario Filho, ketika mendukung proyek pembangunan stadion yang saat itu mendapat kritik tajam dari sejumlah anggota kongres yang menjadi lawan politik Wali Kota Rio, Angelo Mendes de Morais, karena memakan biaya besar.

Pertandingan pertama yang dihelat di stadion ini adalah laga persahabatan antara San Paulo All Star dan Rio de Janeiro All Star pada 16 Juni 1950. Gelandang serang Fluminense, Waldyr "Didi" Pereira menjadi pesepak bola pertama yang mencetak gol di Maracana pada laga yang berakhir 3-1 untuk kemenangan Rio de Janeiro All Star.

24 Juni 1950, pukul 15.00 CET, ratusan ribu masyarakat dari seluruh pelosok Brasil berbondong-bondong ke stadion. Poster bintang Vasco Da Gama, Ademir Marques de Menezes, ada di mana-mana. Memakai baju putih, warna seragam Brasil saat itu, suporter bersuka cita sembari mengibarkan bendera negara. "Pesta Dimulai!" demikian tulisan di halaman depan sejumlah surat kabar Brasil.

Sukacita rakyat Brasil itu pun akhirnya berbuah manis karena Ademir dan kawan-kawan sukses menghajar Meksiko empat gol tanpa balas di hadapan 81.000 pendukungnya sendiri pada pertandingan perdana Grup 1 Piala Dunia. Selain Brasil dan Meksiko grup itu diisi juga oleh Yugoslavia dan Swiss.

Tampil perkasa di babak penyisihan grup, Brasil mampu lolos ke putaran final, bergabung dengan Uruguay, Swedia dan Spanyol. Antusiasme masyarakat dalam memberi dukungan memberikan magis tersendiri bagi para pemain Brasil. Alhasil, Swedia pun dihajar 7-1 dan Spanyol dipermalukan 6-1.

Partai penentuan pun tercipta pada 16 Juli 1950. Brasil bertemu peraih gelar pertama Piala Dunia 1930, Uruguay. Brasil jauh lebih diunggulkan berkat konsistensinya sepanjang turnamen. Bahkan, partai itu mampu mencatatkan rekor untuk Piala Dunia karena sekitar 200.000 suporter menyaksikan langsung laga tersebut di dalam stadion.

Namun, nasib berkata lain. Saat peluit panjang wasit asal Inggris, George Reader, dibunyikan, angka di papan skor terpampang 2-1 untuk Uruguay. Pesta yang sudah disiapkan pun berubah menjadi tangis air mata. Ratusan ribu suporter kecewa. Peristiwa itu pun dikenal sebagai Tragedi Maracanazo.

"Ada sekitar 200.000 orang dalam stadion dengan sapu tangan putih, yang pada akhirnya berubah menjadi sapu tangan besar untuk mengeringkan air mata karena kami semua menangis saat itu," kenang mantan pemain dan pelatih Brasil, Mario Zagallo.

Kegagalan menyakitkan itu akhirnya sedikit terobati dengan sejumlah rekor dan kisah bersejarah yang tercipta di atas rumput Stadion Maracana. Salah satunya adalah ketika Pele sukses mencetak gol profesional ke-1000 saat membawa Santos menang 2-1 atas Vasco Da Gama pada 19 November 1969.

Selain itu, Stadion Maracana juga menjadi saksi ketika jenazah legenda Brasil, Manuel Francisco "Garrincha" dos Santos, dipertunjukkan di tempat terakhir kali dia melakoni pertandingan. Setelah mendapat penghormatan terakhir, duka publik Brasil pun mewarnai iring-iringan jenazahnya menuju ke pemakaman di Pau Grande.

Adapun untuk perhelatan Piala Dunia 2014, FIFA telah merenovasi kembali stadion yang kini berkapasitas 73.351 penonton tersebut. Akan tetapi, meski kapasitas stadion sudah berkurang, spirit masyarakat Brasil tentunya tidak akan pernah lekang terhadap memori sejarah sepak bola mereka di Maracana.

Rio De Janeiro merupakan salah satu kota tercantik di dunia. Berpenduduk sekitar 6,3 juta jiwa, Rio de Janeiro menjadi kota kedua terbesar di Brasil setelah Sao Paulo yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing.

Rio de Janeiro pertama kali ditemukan pada 1 Maret 1565 oleh Estacio de Sa dan menjadi pusat pemerintah Brasil sejak 1764 sebelum dipindah ke Brasilia pada 1960. Alexandra de Vrie dalam karyanya berjudul Rio de Janeiro Day by Day, mencatat sejak 1950-an, Rio de Janeiro merupakan salah satu kota penting dalam jalur perdagangan bangsa Portugis.

Penemuan emas di Minas Gerais pada 1665 menjadi awal era baru perkembangan Rio de Janeiro yang kemudian bertransformasi menjadi tempat bertemunya para pedagang Eropa untuk mendistribusikan emas, kopi serta batu mulia. Seiring berjalannya waktu, sejarah panjang kota serta hamparan bukit di antara laut Atlantik membuat kemolekan Rio de Janeiro begitu terasa.

Sebut saja Teluk Guanabara, Puncak Corcovado, Gunung Sugarloaf, Danau Rodrigo de Freitas, Pantai Barra da Tijuca, Arcos da Lapa, Hutan Tijuca, Teater Kota Praja, hingga Stadion Maracana, yang hingga kini terus didatangi oleh pelancong seluruh dunia.

Belum lagi jika menyaksikan keindahan panorama Rio de Janeiro berbalut iklim tropis dari Puncak Corcovado yang mempunyai tinggi 704 meter dari permukaan teluk. Patung Yesus Kristus yang biasa disebut "Christ The Redeemer" dengan kedua lengan terbentang dengan tinggi 30 meter dan berat 1.145 ton semakin menambah estika kota.

Rio de Janeiro adalah surga sepak bola. Di kota itulah sejumlah nama besar pesepak bola Brasil lahir. Sebut saja para legenda seperti Jairzinho, Zico, Ronaldo hingga Romario yang sukses mencatatkan tinta emas di kancah sepak bola dunia.

Faktor geografis Rio de Janiero menjadikan sepak bola begitu digemari oleh masyarakat setempat. Tak jarang ditemui di sudut jalanan, gang-gang kecil serta pinggir pantai, dari anak-anak hingga orang dewasa dengan riang bermain sepak bola. Bagi mereka, sepak bola sudah seperti cinta kepada agama.

Maklum, hampir semua kaki anak-anak di Rio de Janeiro memang tidak bisa berjauhan dari bola. Alex Bellos dalam karyanya berjudul Futebol: The Brazilian Way of Life, menceritakan, sebagian besar orang tua di kota Brasil, termasuk Rio de Janiero, sejak dini sudah menanamkan kepada anak-anaknya bahwa sepak bola dapat dijadikan jalan untuk memperbaiki taraf hidup.

Hal itu pun terbukti karena dari kaki-kaki emas anak-anak itu lahirlah catatan istimewa sepak bola Brasil di Piala Dunia yaitu menjadi satu-satunya negara yang belum pernah absen sejak perhelatan Piala Dunia 1930 dan menjadi tim pemegang gelar juara terbanyak dengan lima trofi (1958, 1962, 1970, 1994 dan 2002).

Rio de Janeiro saat ini menjadi basis dari empat klub sepak bola Liga Brasil, yakni Botafogo, Fluminense, Vasco da Gama dan Flamengo. Di kota ini pula terdapat stadion bersejarah, Maracana, yang merupakan stadion terbesar sekaligus kebanggaan masyarakat Brasil dengan kapasitas 73.351 penonton.

Sumber : Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan Link